Postingan

Merenda Mutiara Dwija

"Bu, ini uangnya Rp. 3.000.000,-" Kata Bu Siti sambil menyerahkan amplop coklat berisi sejumlah uang. Beliau adalah bendahara koperasi di sekolah tempat Sari mengajar.


"Terimakasih Bu", jawab Sari kemudian.


Beberapa hari yang lalu Sari mengajukan pinjaman ke koperasi sekolahnya. Kandungannya telah menginjak 38 minggu. Penghasilan suaminya hanya cukup untuk menutup cicilan dan biaya hidup bulanan. Sedangkan penghasilan Sari sebagai guru honorer kala itu hanya mampu untuk membeli susu dan popok untuk anak pertamanya. Jika ada sedikit sisa pun Sari berusaha untuk menyimpannya. Untuk sewaktu-waktu ia dan keluarganya harus pulang ke kampung halaman orang tua nya. Karena Ayahnya sudah semakin menua dan sakit-sakitan.


Anak pertamanya, Fifi baru berumur 8 bulan, ketika Sari menyadari bahwa dirinya mengandung anak keduanya. Setelah sembilan bulan menjelang persalinan, Sari memutuskan untuk meminjam uang ke koperasi sekolahnya.


Sari tak pernah berniat untuk mengeluhkan segala kesulitan hidup yang dialami dalam keluarga kecilnya. Dia tidak ingin suaminya dipandang rendah oleh ayah dan keluarganya. Karena memang dari awal ayahnya selalu meragukan penghasilan seorang guru. Apalagi saat itu memang kondisi ayahnya sudah tak mungkin lagi bisa membantu perekonomian rumah tangga Sari.


Ia pun teringat ketika awal mula dia memutuskan memilih jurusan pendidikan guru. Ia tidak mendapat dukungan dari ayahnya. Karena ayahnya tahu bahwa seorang guru gajinya sangat kecil saat itu. Bila dibandingkan dengan penghasilan ayahnya yang memiliki bengkel dengan dua cabang di daerahnya.


Namun berbeda dengan sikap ayahnya, ibunya selalu mendukung cita-cita Sari. Bagi ibunya guru adalah cita-cita masa mudanya. Dan menurut Ibu Sari, guru adalah profesi yang sangat ideal bagi seorang wanita. Maka dari itu meskipun tidak mendukung, ayahnya tidak mampu untuk menolak keputusan Sari. Hanya saja ayahnya tidak berharap jika suatu saat nanti Sari menikah dengan lelaki yang berprofesi sebagai guru pula. 


Dan kenyataannya adalah Sari bertemu dengan jodoh seorang laki-laki yang juga berprofesi sebagai guru. Suaminya, Syafiq adalah seorang PNS yang masih golongan rendah kala itu. Mereka bertemu ketika sama-sama mengajar di sekolah yang sama.  Tak lama setelah berkenalan mereka memutuskan menikah pada akhir tahun 2010 di kota kelahiran Sari di Jawa Tengah.


Tahun pertama setelah menikah, lahir anak pertama mereka. Setelah itu mereka memutuskan untuk mengkredit sebuah rumah. Kemudian merenovasinya, karena rumah yang mereka beli saat itu belum dilengkapi dapur dan teras. Apalagi ketika tahun 2012 perumahan mereka dilanda banjir. Tabungan suaminya tak cukup untuk membangun kembali rumah mereka yang terkena banjir. Akhirnya mereka memutuskan untuk meminjam uang di bank dengan jaminan SK PNS milik Syafiq suaminya. 


Kemudian, di akhir tahun kedua pernikahan, lahirlah anak mereka yang kedua. Tak berapa lama setelah mendapatkan pinjaman dari koperasi, Sari melahirkan anak keduanya di rumah sakit. Memang saat itu kelahiran anak keduanya ditanggung oleh asuransi kesehatan Pegawai Negeri sipil. Sari bersyukur karena Syafiq adalah sosok laki-laki bertanggung jawab. Dia selalu siap siaga menunggui Sari melewati masa-masa persalinannya.


Meskipun biaya persalinan tidak ditanggung oleh mereka, namun untuk pembiayaan lain-lainnya tentu saja tetap ditanggung oleh pribadi. Apalagi harga-harga kebutuhan pokok yang terus melambung tinggi. Pun karena setelah lahiran pasti akan ada acara tasyakuran dan akikahan. Sari dan suaminya bersyukur semua runtutan acara pasca melahirkan telah terlewati meskipun sederhana. 


Di tengah malam yang sepi, ia pandangi wajah bayinya. Anak keduanya berjenis kelamin laki-laki. Ada kegalauan jauh di dalam hatinya. Ketika itu tepat dua puluh hari usia anaknya. Dan saat itu Sari juga masih dalam keadaan nifas. 


Entah merasa beruntung atau malah jadi semakin galau. Bersama dengan kedatangan orang tuanya saat setelah pulang dari rumah sakit, ternyata ibunya membawa seorang pembantu rumah tangga untuk menjaga anak-anak Sari. Karena ibunya merasa khawatir, jika nantinya setelah Sari selesai cuti melahirkani, siapa yang akan mengasuh anak-anak nya.  Ibunya juga berpesan agar jika Sari dan suaminya tak mampu menggaji pembantu tersebut, maka ibunya yang akan mentransfer uang untuk membayar pembantunya setiap bulan. Tentu saja Sari menolaknya, menutupi kenyataan bahwa mereka memang sebenarnya tidak mampu. Mereka tidak punya anggaran untuk menggaji seorang pembantu. Maka dari itu tepat setelah 21 hari atau 3 Minggu melahirkan, dia datang ke sekolah untuk mengajar. 


Semua teman-teman guru menyambut dengan heran. Karena seharusnya ibu yang baru saja melahirkan tidak pergi ke mana-mana sebelum selesai nifas sekitar 30 sampai dengan 40 hari. Atau menurut mereka, paling tidak Sari menikmati menjadi seorang ibu dan tidak melewatkan masa cutinya. Sari hanya tersenyum tipis menanggapi pertanyaan-pertanyaan teman-temannya. Dalam hatinya ia menyimpan banyak kegelisahan. Bagaimana cara menutup semua kebutuhan hidup sehari-hari. Ditambah lagi dengan semua cicilan bulanan yang harus dibayar dan adanya seorang pembantu. 


Sari memutar otak mencari jalan keluar. Ketika selesai sholat pun tidak dilewatkan begitu saja. Ia khusuk berdoa kepada Allah Tuhannya. Memohon agar mendapatkan jalan keluar. Menghadapi semua masalah dan tantangan hidup dalam keluarganya, Sari dan suaminya semakin mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Mereka semakin kompak dan taat beribadah. Karena mereka sadar hanya kepada Allah saja mereka memohon dan berharap.


Dan akhirnya Sari memutuskan untuk memasukkan lamaran ke sekolah yang masih membutuhkan guru sebagai tenaga pengajar. Meskipun berat, Syafiq pun akhirnya  mengizinkan. Karena memang keadaan yang menuntut. Paling tidak untuk membantu biaya bulanan dapur.


Tanpa tanggung-tanggung, di tahun 2013 Sari mengajar di 3 sekolah yang berbeda. Luar biasa capek memang. Namun semua dijalani dengan penuh semangat dan ikhlas. Dirinya bersyukur, meskipun lelah untuk sementara perekonomian rumah tangganya bisa menjadi cukup stabil.


Namun apa boleh buat, kenyataan berkata lain. Pada awal tahun ajaran baru 2014, hadirlah seorang guru baru di sekolah induknya. Bahkan guru baru tersebut adalah seorang PNS, atau pegawai negeri sipil. Sehingga jam Sari pun berkurang. 


Sebenarnya guru baru tersebut adalah orang yang sangat baik. Setelah berkenalan dan ngobrol banyak, beliau mencoba memahami posisi Sari saat itu. Beliau merasa tidak enak jika mengambil posisi para guru honorer di sekolah tersebut, khususnya Sari. Maka dari itu beliau menyarankan Sari untuk memasukkan lamaran ke sekolah yang pernah menawarinya sebelum memilih mengajar di tempat Sari. Namun sedihnya ketika Sari mengikuti arahan beliau, ternyata sekolah tersebut tidak membutuhkan guru honorer. PKS kurikulum di sekolah tersebut menolak Sari dengan halus. Sari pulang dengan tangan hampa. 


Hati Sari sedikit terhibur karena bagaimanapun mengajar di banyak tempat akan menyita perhatiannya terhadap anak-anaknya. Dia menyadari mungkin ini adalah takdir yang terbaik untuknya. Dia tetap sabar dengan semua yang ia terima. Bahkan Sari tetap berusaha bersyukur bagaimanapun dia tetap bisa bekerja mengajar. Di mana tidak semua teman-temannya beruntung mengajar menjadi seorang guru. Ada yang karena tidak diterima di sekolah manapun ada juga yang karena tidak diizinkan oleh suaminya maupun orang tuanya, dan ada juga yang memang passion sebagai seorang guru itu luntur ketika mereka memasuki masa berumah tangga. Sari bersyukur meskipun perekonomiannya sangat jauh dari berkecukupan namun keluarga kecil nya tetap bahagia. Syafiq suaminya tetap menerima apa adanya, dan selalu ridho dengan langkah yang Sari tempuh.


Hari demi hari bulan dan tahun pun berganti. Akhirnya kabar gembira pun menghampiri. Meskipun Sari masih honorer saat itu dia berkesempatan untuk mengikuti pretest PPG dalam jabatan. Langkahnya untuk menjadi guru profesional pun terbuka. Dan beruntungnya dia lulus tahun 2017. Namun saat itu guru honorer di sekolah negeri belum diberi kesempatan untuk mengikuti kuliah PPG dalam jabatan. Sari sedikit kecewa. Namun Ia tetap melangkah dengan pasti tetap memilih menjadi seorang guru dengan ikhlas tanpa memikirkan bagaimana kedepannya. 


Tahun 2018 terjadi demo tuntutan guru honorer agar mendapatkan SK kepala daerah. Sari pun tidak terkecuali. Selain karena solidaritas menjadi guru honorer juga karena dia merasa status nya akan posisi sebagai guru honorer itu harus jelas. Dengan SK kepala daerah itu tentu saja ia bisa memenuhi persyaratan untuk mengikuti kuliah PPG dalam jabatan. Harapannya kian pasti karena setelah demo terjadi tahun 2019 dia terpanggil untuk mengikuti kuliah PPG dalam jabatan meskipun saat itu Sari masih menjadi guru honorer. Dan tahun 2020 Sari mendapatkan predikat guru profesional. Sari bersyukur karena selain mendapatkan sertifikat pendidik pundi-pundinya pun bertambah dengan mendapatkan tunjangan sertifikasi. Dan dia bersyukur juga ketika tahun 2021 dia juga lulus menjadi ASN P3K. 


Sari sangat bersyukur karena setelah perjuangannya 12 tahun menjadi guru honorer akhirnya berbuah manis. Bahkan ia menjadi inspirasi bagi teman-temannya. Karena di mata teman-temannya, sari adalah guru yang selalu semangat dan ikhlas bekerja. 


Sari juga telah membuat keluarganya bangga. Dia menjadi ingat akan ayahnya. Seandainya ayahnya masih hidup, Sari ingin memeluknya dan membuktikan bahwa ia mampu menjadi apa yang ia inginkan dan cita-citakan. Sari sungguh ingin menunjukkan kepada keluarga dan terutama ayahnya. Bahkan ayahnya akan merasa begitu bangga dan tidak meragukannya. Demikianlah kisah perjuangan seorang guru honorer menjadi ASN P3K dan juga menjadi guru profesional.



Biodata Penulis



Ari Suzanna adalah seorang guru di sebuah sekolah di Tambun Selatan kab Bekasi Jawa Barat. Dia juga merupakan seorang ibu dari lima orang anak. Hobinya menulis membuat ia bergabung dengan berbagai komunitas penulis. 


Saat ini, iya telah mempunyai dua buku tunggal dan 22 buku antologi cerpen, puisi, pantun, artikel pendidikan maupun budaya. Ia beralamat di jln Garuda Pesona Mutiara 1 blok B 6 no 1 RT 04 RW 052 Tambun Selatan kab Bekasi Jawa Barat. Alamat email nya arisusanah3111@gmail.com.



Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Ari Susanah. Saya tinggal di Kabupaten Bekasi Tambun Selatan desa Sumberjaya. Saya menikah, punya 4 orang anak. Profesi saya adalah guru. Saya telah menerbitk…

Posting Komentar

© Ari Susanah Blog. All rights reserved. Developed by Jago Desain