Postingan

My Dad is My Profesor

 


My dad is my professor


Bagiku ayah adalah seorang pria yang pertama kali kukenal di dunia ini. Ayahku seperti halnya ayah-ayah lainnya. Namun ayahku begitu istimewa di hatiku. Bukan karena beliau adalah ayah kandungku. Tapi karena memang beliau punya banyak keahlian dan keterampilan.


Beliau lahir dari seorang yang juga hebat. Ayah dari ayahku aku panggil dengan Mbah kakung. Mbah Kakung adalah seorang kyai atau ustadz di kampungnya. Selain menjadi seorang guru ngaji, Mbah Kakung juga berprofesi sebagai tukang kayu. Beliau sangat terampil membuat perkakas dari kayu. Meja, kursi, dipan, lemari dan barang-barang dari kayu lainnya telah beliau buat. Dan meskipun beliau telah tiada, karyanya banyak yang masih bermanfaat.


Mbah Kakung mendidik anak-anaknya dengan keras termasuk terhadap ayahku. Mbah Kakung memiliki 8 orang anak. Dan ayahku adalah anak nomor 4. Ayahku tidak beda jauh usianya dengan abangnya yang nomor 3. Mereka di sekolah kan di sekolah rakyat dengan tingkat yang sama secara bersamaan. Sehingga mereka sering berkelahi.  Wajar seperti halnya anak-anak lain. Sehingga ketika itu, Mbah Kakung memutuskan agar ayahku dipindah ke pesantren. Saat itu ayahku baru kelas 4 SD usianya sekitar 11 tahun. Namun ayahku berontak dan tidak setuju. Tentu saja hal itu membuat Mbah Kakung marah besar. Beliau tidak mengijinkan ayah pulang ke rumahnya. Akhirnya ayahku pun menumpang di rumah salah satu bibinya.


Sekitar tahun 1964, setelah kabur dari pesantren ayahku tidak sekolah lagi. Beliau mengumpulkan kayu bakar untuk dijual ke pasar. Sesampainya di pasar beliau selalu menyempatkan waktu untuk mampir di sebuah bengkel sepeda milik orang Cina. Ayahku melihat cara mereka bagaimana cara mereka bekerja. Bagaimana cara mereka memperbaiki sepeda dan kendaraan lainnya saat itu. Beliau mengamati dengan seksama. Setelah beberapa bulan, beliau memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di tempat tersebut. Dan ternyata gayung bersambut. Koh cina si pemilik bengkel sepeda tersebut ternyata juga sedang membutuhkan karyawan. Selain itu juga, ternyata selama ini Kokoh selalu melihat ayahku yang suka duduk mengamati karyawan nya yang sedang bekerja. Jadi meskipun ayahku masih kecil, Kokoh memberikan kesempatan pada ayahku untuk bekerja.


Pagi berangkat bekerja, dan sorenya pulang ke rumah jalan kaki sejauh 15 km. Akhirnya setelah 4 bulan bekerja dan berhasil mengumpulkan sejumlah uang, ayahku membeli sebuah sepeda di tempat nya bekerja. Hal itu membuat Mbah Kakung dan Mbah Uti menjadi bangga. Mereka melihat ketekunan dan kerja keras ayahku. Sehingga akhirnya Mbah Kakung tidak lagi marah atas kaburnya ayahku dari pesantren tempo lalu. Ayahku diminta untuk pulang kembali ke rumah Mbah Kakung.


Begitu keras kehidupan rakyat Indonesia saat itu. Satu tahun ayahku bekerja di bengkel Cina, akhirnya harus berhenti begitu saja. Karena pada saat itu terjadi Pemberontakan G30S PKI. Kota-kota menjadi sepi. Bengkel sepeda tempat ayah bekerja pun mendadak tutup. Banyak terjadi huru hara dimana-mana. Banyak rakyat yang tidak berdosa menjadi korban. Banyak penculikan terhadap tokoh-tokoh politik baik di kota maupun di desa. Sehingga ayah terpaksa harus berhenti bekerja.


Meskipun suasana di luar sepi dan mencekam, namun berbeda dengan kondisi di rumah Mbah Kakung saat itu. Justru tahun itu semua anggota keluarga berkumpul. Pada tahun yang sama ketika itu, Mbah Uti melahirkan anak ke delapan berjenis kelamin perempuan, dan merupakan anak terakhir. Bayi itu adalah bulekku, namanya Siti Aminah.  


Dan ketika itu pula, Pakde Prapto kakak ke dua ayahku juga pulang kampung. Pakde sudah bekerja di Jakarta. Selain karena memang situasi yang mencekam, beliau pulang ke kampung karena ingin meminta restu Mbah Kakung untuk menikah. Jadi moment itu membuat keluarga lengkap berkumpul kecuali anak perempuan pertama Mbah Kakung yang memang sudah menikah.


Keluarga dengan jumlah anak yang banyak termasuk lazim kala itu. Suasana di rumah menjadi ramai sekali. Dulu ketika masih kecil, ayahku sering berkelahi dengan kakak ketiganya yang usianya tidak terpaut jauh dari ayahku. Giliran saat mereka berkumpul ketika itu, adik-adiknya lah yang sering berkelahi. Berebut makanan ataupun mainan. Saling berceloteh mengata-ngatai satu sama lain itu menjadi makanan sehari-hari. Meskipun begitu mereka akan kembali akrab dan rukun. Begitulah kehidupan bersaudara. Dari situlah pendidikan emosi terbangun, mereka bisa belajar saling berbagi dan saling mempertahankan diri. Ketika sudah dewasa, kisah kehidupan masa kecil dan kebersamaan akan menjadi kisah cerita yang indah dan tak terlupakan. 


Dan bersamaan dengan masa-masa itu pula, ayahku belajar memainkan musik dari kakak keduanya. Kakaknya yang ketika itu sudah merantau, bisa memainkan beberapa jenis alat musik, di antaranya; biola, harmonika accordion gendang gitar seruling piano, gitar mandolin, gitar melody, dan sebagainya. Dengan kecerdasan ayahku beliau cepat sekali menjadi piawai.


 Akan tetapi mereka tidak berani memainkan ketika Mbah Kakung berada di rumah. Mbah Kakung yang seorang ustad tidak mendukung anak-anaknya menjadi pemain musik. Oleh karena itu mereka memainkan alat musik dengan sembunyi-sembunyi. Mereka membuat semacam markas. Tepatnya pos ronda tepi jalan yang sudah tidak digunakan lagi. Dan ketika kondisi mulai aman, setelah tragedi G30S PKI sudah berlalu, markas tersebut dijadikan bengkel sepeda oleh ayahku. Sementara kakak keduanya kembali lagi ke kota untuk merantau kemudian menikah. 


Dari situlah awal mula ayahku mendirikan sebuah bengkel sepeda. Dan dari bengkel sepeda akhirnya ayahku juga mampu memperbaiki kendaraan-kendaraan yang lain bahkan sampai membuka bengkel las besi. Jadi markas tersebut selain untuk berkumpul dan bermain musik, juga pada akhirnya disewa untuk usaha bengkel ayahku. Pemilik tanah tersebut tidak keberatan karena masih ada hubungan saudara dengan ayahku.


Ketika itu sekitar tahun 1966 sampai dengan tahun 1970. Dari kepiawaiannya bermain musik, ayahku dan teman-temannya mendirikan sebuah grup orkes dangdut dengan nama Panama. Saat itu ayahku baru berumur 17 tahun. Ayahku sudah sering tampil di depan umum menjadi seorang seniman musik dangdut. Dari bermain musik ayahku juga belajar membuat berbagai jenis alat musik. Dari seruling bambu, gendang, drum, sampai dengan piano.


Konsekuensi dari pilihan hidupnya yang tidak direstui oleh orang tua akhirnya ayahku tidak diperbolehkan pulang ke rumah untuk yang kedua kalinya oleh orang tuanya. Namun demikian ayahku pergi dengan tidak ada kesedihan dan kebencian. Karena meskipun terpisah namun jarak bengkel ayahku dari rumah orang tuanya masih satu kampung. 


Sekitar tahun 1975, ayahku bertemu dengan ibuku. Mereka bertemu dalam acara yang sama yaitu ketika ayahku menjadi pemain musik dan ibuku menjadi penyanyinya. Akhirnya tahun 1976 mereka menikah. Dan di akhir tahun tersebut mereka melahirkan anak pertamanya. Yaitu kakak laki-lakiku. Kami semua empat bersaudara yang tumbuh bersama.


Dari cerita ayahku, kalau seandainya saat itu beliau hidup di kota mungkin bisa menjadi terkenal. Atau bahkan bisa bertemu dengan orang yang bisa memberikan modal atau membiayai karya-karya produknya. Untuk bisa dipasarkan di dunia industri. Kenangan dan barang-barang karya ayahku beberapa ada yang masih tersimpan di rumahnya. Meskipun beliau telah tiada dan belum sempat terkenal, namun kami anak-anaknya akan tetap mengagumi sosok beliau yang sangat istimewa. Baik dari karya-karyanya maupun sebagai seorang ayah yang hebat dan sangat menyayangi keluarganya. Ayahku adalah profesor kehidupan ku, yang selalu mengajarkan tanggung jawab, kerja keras, kasih sayang, dan kemandirian.



Biodata Penulis 


Ari Susanah adalah seorang ibu dari 5 orang anak yang juga berprofesi sebagai guru. Ia mengajar di SMPN 5 Tambun Selatan kab Bekasi Jawa Barat. 

Hobinya menulis dari semenjak duduk di bangku sekolah dasar, membuatnya tergabung dalam berbagai grup komunitas penulis. Saat ini ia telah menulis 22 buku antologi cerpen, puisi, pantun, artikel pendidikan dan kebudayaan. Ia juga telah menulis 2 buku tunggal, novel dan kumpulan puisi akrostik.

Ia bisa dihubungi di FB Ari Susanah, Ig ari2_111, dan arisusanah3111@gmail.com.

Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Ari Susanah. Saya tinggal di Kabupaten Bekasi Tambun Selatan desa Sumberjaya. Saya menikah, punya 4 orang anak. Profesi saya adalah guru. Saya telah menerbitk…

Posting Komentar

© Ari Susanah Blog. All rights reserved. Developed by Jago Desain